10 tahun pertama,
Ketika matahari
mengerlip manja
Sapa sambut mengiring
tangis, berkelakar.
Mungkin ada tawa,
Atau diam terpaku di
sudut kaku.
Seberkas senyum menggema
mengiring azan.
Tangisku, tak berakhir
duka.
Wajah-wajah menggambar
samudera suka.
10
tahun kedua,
Kenakalan
mulai merayu..
Keberanian mulai meragu.
Kebenaran
mulai melayu.
Kesakitan
mulai mendayu.
Kesedihan
mulai mengharu.
Kelalaian
mulai mengadu.
Pesona-pesona
merayu, meragu, melayu, mendayu, mengharu, dan mengadu.
Alam
sudah mulai tercabik menahan kebebasan. Semua hanya semu.
10 tahun ketiga,
Hiruk pikuk waktu sudah
mengganggu.
Pemburu mulai menyaru,
dendam.
Benci. Terlanjur jatuh
cinta.
Mungkin dia “iri dengki”
karena waktu sedang enggan.
Sudah terlanjur
berwaktu, sedangkan pesona kabur menebar.
Pikir dan rasa
bergandengan.
Sesekali terlepas,
mungkin ingat, mungkin tidak.
Sudah berumur, katanya.
Tapi, kau lirik dengan
malu.
Bibir terangkat, dahi
tertekuk.
Sudah lupa atau pura-pura
lupa?
10
tahun keempat,
Aku tidak tahu karena aku belum tahu.
Tapi
aku ingin tahu, seperti mauku.
Namun,
mauku tak seperti mau-Mu.
Mungkin
hanya mau-Mu yang terjadi.
Namun,
Aku sedikit malu.
Tapi,
izinkan aku duduk dalam mau-MU.
Aku
belum tahu karena aku tidak tahu.
Samarinda, 26 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar