Senin, 22 April 2013

Dokumentasi Petualangan IV

Setiap kaki melangkah, selalu dilampaui oleh langkah dari mimpi-mimpi. Keinginan yang kuat akan menggerakkan tubuh yang terkungkung perasaan nyaman berada di daerah sendiri. Salahkah? Jawabannya, tidak ada yang salah. Namun, jika hanya bertahan di kampung halaman, maka kita hanya mengenal keindahan dan keagungan kampung halaman semata. Falsafah orang-orang tua dulu, salah satunya merantau. Merantau membuat kita berbeda. Mengapa demikian? Karena kita akan beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru. 
Orang-orang baru akan mengajarkan banyak hal tanpa  bermaksud mengajarkan sesuatu. Mereka tidak sadar memberi kita seteguk manis kisah hidup dan secangkir pengalamannya baik dalam keadaan suka dan duka. Orang-orang baru itu mungkin bisa menjadi sahabat, kakak, adik, orang tua, dan bisa juga menjadi pasangan hidup yang kita tunggu. Semua itu rahasia. Rahasia itu mutiara. Seperti mutiara-mutiara terbaik yang berada di laut-laut dalam Indonesia. Jelajahi satu demi satu. Temukan orang-orang yang mengajarkan kepadamu tanpa pernah menjadi paling hebat di depanmu. Mengapa demikian? Karena dirimu justru mau belajar dari orang yang tak pernah mau mengajarkan apapun kepadamu? Ya, memang kedengarannya aneh, mirip cerita seorang pendekar pemula yang mau berguru kepada pendekar sakti. Semakin menolak, semakin dikejar pendekar sakti tersebut. 

Pertemuanku dengan beberapa orang baru yang memberikan makna kehidupan dalam perjalananku:

Bersama Prof. Peter Charles Taylor, Ph.D. (Dosen Curtin University, Perth, Western Australia)


Bersama  Julia Crowley (Dosen Curtin University) dan rekan-rekan Gelombang I Program "Indonesian Teacher Course"


Bersama Yuli Rahmawati, Ph.D. (Dosen UNJ) dan Naif Al Sulami (Kandidat Doktor di Curtin University dan Dosen King Abdul Azis University, Jedah)


Bersama Mahasiswa S3 Curtin Universty dari Malawe.


Bersama Emiko Watanabe, Mahasiswi S2 Unesa dari Jepang


Bersama Mba Yani Sujaya (Tour Guide, Jakarta) yang mengajarkan lewat kisah-kisahnya.


Bersama Ibunda Mas Wahyudi, rekan mahasiswa di Unesa yang mengajarkan tanpa banyak kata-kata.



Bersama Mas Wahyudi (kanan) dan Mas Amilis (tengah) atas persahabatannya di Unesa.




1 komentar:

Unknown mengatakan...

bagus...
dgn ending mas amils n mas wahyudi.Hemmmm... membuat sy tertawa eh.. tersenyum :)

silahkan tempatkan kode iklan, banner atau teks disini