Jumat, 16 April 2010

Euphoria Keadilan Ku

Semua mata di dunia menatap Sang Terdakwa.
Matanya memerah menahan amarah,
Menghujam di dada yang terkulai lemas, dada kematian keadilan.

Sang Hakim berkata,
“Apakah anda tahu mengapa Anda berada di sini?”

Sang Terdakwa lirih,
“Tubuhku yang terkulai ini tahu mengapa aku berada di sini.”

Sang Hakim melanjutkan sidang dan berkata lagi,
“Apakah Saudara tahu, jika matahari tetaplah menjadi matahari, dan tanah tetaplah menjadi tanah?”


Februari 2010

Sang terdakwa hanya bisa menghembuskan nafasnya dan hanya diam.

“Katakan padaku, kenapa hanya diam,” hardik Sang Hakim.

Kata di Selembar Kertas Lusuh

Ku tulis sebuah horizon baru

Di kertas lusuh ini,
yang ku temukan di laci kerja, pagi ini.
Berkelana dengan gempuran prajurit kata
siap menyerang benteng sajak berpagar aura mitos.
Senjata ditempa, besi-besi dilebur dalam kobaran api,
lalu dipukul berdenting memekakkan telinga, hati cakrawala sajak-sajak pinggiran.

Di kertas lusuh ini,
yang ku temukan di laci kerja, pagi ini.
Bertumpuk-tumpuk dengan debu, ku tuliskan kembali kata yang tak berani ku katakan.
Di depan calon abdi bangsa,
yang tertunduk, menekuni setiap huruf yang mulai kabur dari sajak-sajak yang telah lama menumpuk dalam lemari puisi.
Berkonsentrasi membaca sajak.
Ya, sajak-sajak yang tak mereka mengerti,
sajak-sajak yang terpaksa dihayati,
sajak-sajak yang tak mereka kenal.
Apakah pura-pura ataukah memang suka bercumbu dengan sajak-sajak itu?

Di kertas lusuh ini,
yang ku temukan di laci kerja, pagi ini.
Ku tulis kembali kata, tapi aku tak ingin menjadikannya kata,
Lalu ku ganti kalimat, tapi aku tak puas hanya kalimat itu saja,
Lalu ku tambah lagi, tambah lagi, dan terus ku tambah.

Di kertas lusuh ini,
Yang ku temukan di laci kerja, pagi ini.
Yang berisi deretan kata-kata.
Inginkah mereka?
Melirik kertas lusuh yang telah ku muat kata-kata,
di dalamnya berkobar api tempaan senjata penggempur benteng sajak.


Samarinda (smu negeri 11),
29 Januari 2010

Layar-layar Cinta

Malamku kini enggan tidur seperti biasanya,
bayang-bayang rrembulan menyatu dalam jiwa merindu,
menangkap kerling mata Sang Pencinta,
merenung dalam pangkuan Sang Pujangga.

Siangku kini enggan melangkah bersamanya,
gelombang terik membekukan jiwa syahdu,
menekan ego sayap-sayap Sang Cakrawala,
menatap sunyi wajah Sang Arjuna.

Soreku kini enggan merayu dirinya,
bidadari yang lama nurani menyatu,
membisikkan damai dalam relung Sang Brahmana,
memuja kata Sang Penyapa.

Senjaku kini terbaring menatap hati,
menunggu secercah buaian kekasih-Nya.

Samarinda (Kampus), 26 Maret 2010

Pujangga, Pangeran, dan Pemuja

Didedikasikan untuk Para Pecinta Yang Hatinya Tak Pernah Merasakan Cinta.

Malam-malam membayangi siang.
Siang hanya termenung menanti Sang Bidadari.
Senyumnya mulai terlihat kini, senyum yang lama membeku.
kerling mata, gemulai tubuh, berurai deburan gelombang cinta suci,
cinta yang lama membisu.

Pujangga
kata-kata bertebaran memercikkan kehangatan,
kehangatan yang dinanti para pecinta.
Nurani berperang mempertahankan benteng Qalbunya.
menahan serangan rayuan Sang Pujangga.

Pangeran
Titah sang paduka adalah kehormatanku.
Dayang-dayang mengerlingkan matanya,
melambaikan senyum-senyum nakalnya,
melenggak-lenggokkan tubuhnya,
memikat hati Sang Pangeran.

Pemuja
Hatinya berderai memandang kekasih merindu.
luapan air mata menyucikan jiwa-jiwa kering pecinta.
bermuara dalam Sungai Cinta Sang Nabi.
Cinta buih kepada gelombang.
Cinta debu kepada angin.
Cinta hamba kepada Sang Pencipta.
semuanya menjadi Pemuja.

Sang Pujangga Cinta,
Sang Pangeran Cinta,
Sang Pemuja Cinta.
Cinta Pujangga, Cinta Pangeran, Cinta Pemuja
Kepada Sang Pencipta.


Samudera Cinta, 17 Maret 2010

Senyumku Untukmu

senyum pertamaku pagi ini menyapa puisi hatimu. menerbangkan angan ke masa itu.
ketika kristal bening mengalir di sungai wajahmu.
menemukan sisi lembayung senja.
anganku pun memaksa merasuk jiwa sepimu, berkelakar senyum sang pangeran mimpi.
sebaris senyum harap, coba ku bendung dari sungai-sungai harapan.... Lihat Selengkapnya
ku basuh hatimu dari luka-luka dunia.
ku basuh hatimu dari keramaian dunia.
ku basuh hatimu dari kesepian dunia.
ku basuh hatimu dari kejahatan dunia.
ku basuh hatimu dari gelap gulita dunia.
ku basuh hatimu dari imajinasi liar dunia.
merangkak, tertatih berjalan, kemudian berlari menuju harap
dan angan.

Samarinda (Kampus), 28 Februari 2010.
silahkan tempatkan kode iklan, banner atau teks disini